Kembali Ke Index Video


Sadranan di Alas Wonosadi, Beji, Ngawen Meriah

Selasa, 26 Juli 2016 | 06:03 WIB
Dibaca: 2242
Sadranan di Alas Wonosadi, Beji, Ngawen Meriah
PANGGUNG UPACARA SADRANAN BEJI NGAWEN 2016

Ngawen - Pastvnews.com warta budaya adiluhung Upacara adat Sadranan bagi masyarakat Gunungkidul mungkin sudah tidak aneh lagi. Seperti yang dilakukan oleh masyarakat Desa Beji, acara adat Sadranan merupakan acara tahunan yang dilakukan setiap tahun sekali, waktunya  diantara hari Senin Legi atau Kamis Legi, setelah masa panen padi.

Kebetulan upacara adat Sadranan untuk tahun ini jatuh pada hari Senin Legi, 25/07/2016, yang mana Sadranan ini sudah turun temurun dari nenek moyang dahulu dan dipusatkan alas Wonosadi petilasannya  Raden Roro Semi.

Sadranan  dihadiri dari Muspika Kecamatan Ngawen, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten  Gunungkidul, juga dari berbagai lapisan masyarakat serta dihadiri dari mahasiswa-mahasiswa, untuk kepentingan perkuliahan.

Setelah dilaksanakan Sadranan dilanjutkan dengan pentas budaya yang dipusatkan di Balai Dusun Beji dengan menanpilkan kesenian – kesenian dan budaya yang cukup meriah  yang ada di Desa Beji.

Sepeti di sampaikan Kepala Desa Beji, Ngawen, Suparno, bahwa Setelah diadakan Sadranan kemudian dilanjutkan dengan pentas budaya, tujuanya untuk melestarikan dan menggali potensi semua kesenian dan adat budaya yang ada di Desa beji, agar bisa hidup kembali akhirnya budaya peninggalan nenek moyang bisa berkembang kembali.

Lebih lanjut Suparno mengungkapkan, Sadranan itu sendiri acara tahunan yang dilaksanakan warga masyarakat Beji, yang mana mengungkapkan rasa syukur kita kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang selama ini warga masyarakat sudah diberikan anugerah  kenikmatan apapun.

“Intinya Sadranan ini ungkapan rasa syukur kita kepada Tuhan Yang Maha Esa,” pungkas Suparno.

Politisi Demokrat, Eko Rustanto, ketika ditemui disela-sela Sadranan mengungkapkan, kalau adat tradisi ini perlu dilestarikan, karena merupakan tinggalan nenek moyang, walaupun kita hidup yang serba modern, tetapi budaya tetap kita kembangkan dan dilestarikan setiap tahunya.

Adat budaya dan agama perlu berjalan beriringan, karena kalau agama itu hubungan manusia dengan Tuhannya , hubungan vertical, sedangkan kalau budaya itu hubungan horizontal, manusia dengan manusia seperti nenek moyang kita yang berupa peninggalan peninggalannya, tetapi bukan untuk disembah tetapi perlu dikaweruhi, kata Eko Rustanto.

“Dalam perkembangan waktu apapun, yang namanya budaya  adat tradisi, itu tidak akan pernah luntur,” pungkasnya. W. Joko Narendro




Video Terkait


Tidak Ada Komentar

Tinggalkan Komentar


*) Wajib Diisi