Perhelatan Adiluhung Beksan Catur Sagatra : Nguri –uri Budaya Jawa
Kamis, 19 Oktober 2017 | 19:51 WIB
Gelar Budaya Catur Sagotra ke 7 diikuti sebanyak 4 bekas dinasti Mataram , Kasultanan Yogyakarta ,Kasunanan Surakarta, Pura Mangkunegaran dan Pura Pakualaman yang berlangsung di Kagungan ndalem Pagelaran keraton Yogyakarta. (12/10/2017).
Awal diselenggarakan perhelatan rutin budaya adiluhung ini, berawal dari gagasan dari 4 raja Jawa, yakni Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Sri Paduka Pakualam VIII, Sri Susuhunan Pakuwono XII dan Sri Mangkunegara VIII.
Sementara itu, maksud diselenggarakan Catur Sagatra sebagai upaya untuk mempersatukan kembali roh budaya trah dalam ikatan falsafah sejarah luhur Mataram .
Dalam sambutan tertulis, Gubernur DIY yang dibacakan Asisten Keistimewaan Sekda DI Yogyakarta, Dr.Ir. Didik Puwadi,M.E menyatakan Gelar Budaya 2017 “ Catur Sagatra” mempunyai arti penting dalam memperkenalkan khasanah budaya Yogyakarta dan Surakarta kepada masyarakat, khususnya di Yogyakarta.
Hadir dalam acara tersebut, Forkompimda, Satker Perangkat Daerah Pemda DIY, Pengageng Kerabat Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Pura Pakualaman Yogyakarta, Kasunanan Surakarta Hadiningrat,Pura Mangkungaran Surakarta, para seniman pemerhati budaya maupun masyarakat.
Di hari pertama (12/10) Keraton Kasultanan Ngyogyakarta menampilkan Beksan Serimpi Merak Kesimpir, Beksan Wireng Kiswamuka Mengsah Sugriwa.
Keraton Kasunanan Surakarta menampilkan Beksan Serimpi Sukarsih, Beksan Wireng Bugis Kembar.
Dikisahkan dalam Beksan Serimpi Merak Kesimpir menggambarkan tentang Perang tanding antara Sang Dyah Dewi Sertupelaeli ( dari Negeri Malebari)melawan Retno Dewi Kadarwati (negeri Kobarsi).Kedua putri ini memilik paras cantik tubuh sempurna, parasnya yang elok, dan masing masing memiliki kelebihan an kesaktian.
Dalam perang secara kasatria saling mengeluarkan senjata pistol dan dalam peperangan berimbang , diakhir perang tanding keduanya tak ada yang menang dan kalah.
Beksan Wireng Kiswamuka Mengsah Sugriwa, menggambarkan salah satu beksan gagah cuplikan wayang orang dalam ceritera “Ramayana” yasan Kawedanan Hageng Punokawan Kridhomardowo Keraton Ngayoyakarta Hadiningrat.
Beksan ini menceriterakan perang tanding antara Prabu Kiswamuka ( dari Kerajaan Girikemlaka) yang berusaha merebut kembali Mahkota milik Prabu Dasamuka ( Kerajaan Ngalengka) yang telah dicuri oleh Narpati Sugriwa (Kerajaan Goa Kiskenda).
Perangpun tak bisa dicegah keduanya saling mengeluarkan kesaktiannya, Prabu Kiswamuka mengeluarkan senjata Candrasa dan Narpati Sugriwa dengan sanjata Gandhik. Diakhir perang tanding dimenangkan Narpati Sugriwa dan Prabu Kiswamuka kalah.
Hari kedua(13/10) Pura Mangkunegaran menampilkan Beksan Srimpi Muncar ciptaan KGPAA Mangkunegoro VII,dan Beksan Wireng Bondoboyo.
Gerakan tari ini diambil dari kisah dua perempuan dengan latar belakang yang berbeda yakni Putri Jawa Kelasworo dan Putri Keturunan Cina Adininggar.Kedua putri ini kebetulan jatuh cinta dengan seseorang yang sama, Wong Agung Menak.
Beksan Wireng Bondoboyo ini tari yang hanya dimiliki Pura Mangkunegaran, lahir pada masa Mangkunegaran IV. Empat penari berkostum prajurit dengan senjata pedang floret.
Adanya unsur anggar membuat koreografer yang berasal dari istana Jawa Tengah yang banyak menyerap pernik pernik keprajuritan Belanda. Bondoboyo termasuk salah satu tari wireng atau tari keprajuritan.
Dibanding tiga keraton lain, di Jawa Tengah, Pura Mangkunegaran, mungkin karena sering disebut-sebut banyak memiliki tari keprajurian.
Pura Pakualaman menampilkan Beksan Srimpi Renyep, dua tahun menjelang surut dalem ,Sri Paduka Pakualam VIII tari ini menceriterakan masa transisi menuju kemerdekaan RI saat periode Pemerintahan DIY.
Bagian selanjutnya merupakan ungkapan kepemimpin Sri Paku Alam VIII yang memayungi seluruh warga di DIY.Tari putri tradisi Pura Pakualaman ini bukan merupakan sebuah naratif. Tetap mengedepankan sedemikian dinamis. Beksan Wireng Banjaransari – Rayungan.
Tarian ini menggambarkan perang antara putri Raden Panji Inu Kertapati bernama Raden Banjaransari atau Raden Panji Kuda Laleyan dengan Dewi Rayungwulan.
Akan tetapi diantara keduanya tidak kalah atau unggul, karena Raden Banjaransari akhirnya menikah dengan Dewi Rayung Wulan.mojuk/isan
Video Terkait
- Desa wisata makin akrap dengan digital 'MoU di tanda tangani
- Dirjend KKP dan Bupati Sleman 'Panen Perdana Budidaya Lele system bioflok Tahun 2017.
- HUT PMI ke 72 di Kec. Sekayam Kalabar Wabup Lepas Pesetra Jalan Sehat
- Gubernur dan Wakil Gubernur DIY dilantik di Istana Jakarta ‘Pesta rakyat tetap digelar
- Wajah baru Kelompok Kerja Guru 2017-2019 di perbatasan 'Serawak -Kalimantan Barat terbentuk
- Bregodo prajurit tampil oke di kirab budaya piyungan 2017