Kenapa Tradisi Saparan Gunung Gamping Sembelih Bekakak Boneka ?
Jumat, 4 Desember 2015 | 07:56 WIBMedia pastvnews.com, budaya dan tradisi Di gunung Gamping Sleman setiap tahun di lakukan penyembelihan sepasang bekakak, menyambung liputan terkait di bawah ini, semula gunung gamping merupakan Selain tempat pertahanan, Pangeran Mangkubumi, memerintakan Adipati Jayaningrat untuk membangun pesanggarahan di dususn Tlogo yang kemudian disebut sebagai Ambarketawang. Sedangkan,Keraton Ngayogyakarta, pada saat itu sedang dibangun.
Namun saat, Sri Sultan HB I “ boyongan”ke Kraton Ngayogyakarta, abdi dalemnya Ki Wirosuto dan Nyi Wirosuto tetap tinggal di Gunung Gamping.
Dikisahkan, pada hari Jumat Legi, Sapar menjelang purnama,Ki Wirosuto dan istrinya mendapat musibah, tertimbun runtuhan gunung dan diperkirakan hilang mereka diperkirakan terkubur hidup-hidup. Dengan hilangnya pasangan abdi dalem keraton, masyarakat setempat merasa kehilangan panutan yang dituakan.
Meskipun masyarakat sudah berusaha untuk mencari keberadaan Ki Wirosuto dan istrinya pencarian tak membuahkan hasil hingga berhari-hari, tetap saja pasangan suami istri tak ditemukan.
Akhirnya masyarakat sekitar menyatakan bahwa Ki Wirosuto dan Nyi Wirosuto hilang, namun rohnya masih berada di sekitar gunung Gamping.
Untuk mengenang dan menghormati sosok pepunden abdi dalem,masyarakat sekitarnya menyelenggarakan upacara Saparan dengan menyembelih sepasang boneka pengantin yang disebut Bekakak.
Dahulu, gunung itu masih utuh, dalam perkembangan dan banyaknya pemukiman sedikit demi sedikit bongkahan gunung tersebut banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sekitarnya, bahkan kini tinggal seonggok gunung yang dikeramatkan setiap tahun disekitarnya mengadakan tradisi Saparan.
Masyarakat mempercayai, bahwa mereka yang tewas kecelakaan pada saat menambang kapur itu menjadi teman Ki Wirosuto dan istrinya.
Karena sering terjadinya kecelakaan yang merenggut jiwa manusia maka atas saran Sri Sultan Hamengku Buwono I, masayarakat sekitar mengadakan upacara dengan menyembelih sepasang boneka pengantin yang terbuat dari tepung beras ketan diisi dengan sirup (teres warna merah) yang menyerupai darah.
Sepasang boneka tersebut disembelih setelah sebelum diarak terlebih dari Lapangan Ambarketawang , Balai Desa Ambarketawang dan berakhir di Gunung Gamping.
Puncak boneka pengantin itu disembelih sebagai simbol pengorbanan Ki Wirosuto dan Nyi Wirosuto yang hilang tertimbun bongkahan batu gunung. Setelah boneka disembelih knon sebagai sarana untuk tolak balak. isan